MENUJU PEMBERDAYAAN
EKONOMI RAKYAT
I. Tinjauan Umum
Pada dasarnya perbuatan
muamalat yang ditujukan untuk kebaikan hubungan berekonomi sesama manusia
harus mengandung ciri untuk kemaslahatan umum. Oleh karena itu seharusnya
kita melihat kehadiran sistem syariah dalam transaksi
antar individu dan lembaga harus kita tempatkan dalam
kontek pasar, yaitu karena adanya kebutuhan dan ketersediaan serta dipilih
atas dasar pertimbangan rasional
dan moral untuk mencapai kehidupan yang lebih
sejahtera lahir dan batin. Karena perekonomian syariah dilandasi atas
prinsip kesempurnaan kehidupan diantara kebutuhan lahiriah dan rohaniah
dalam bertransaksi sesama hamba Allah maupun lembaga yang mereka buat,
maka kerelaan atau “ridho” menjadi fundamen dasar
setiap transaksi dua pihak atau lebih.
Perdebatan ekonomi syariah
sering dipersempit dalam konteks pada “bunga bank” sebagai riba atau
bukan, sementara dimensi lain selain “riba” kurang diberikan pembahasan
secara seimbang. Selain “riba” terdapat dua aspek penting yakni unsur ada
tidaknya judi atau “maisir” yang sangat berkaitan dengan aspek resiko dan ketidakpastian
serta ada tidaknya unsur kecohan (tipuan) yang dikenal sebagai hal
yang mengandung unsur “gharar”. Ketiga unsur yang menjadi
dasar perbuatan transaksi atau “baia” mempunyai arti yang penting untuk
menilai subtansi suatu transaksi dapat digolongkan memenuhi syarat syariah
atau tidak.
Pengkajian ekonomi syariah
secara umum masih didominasi oleh kupasan dari dimensi “fiqih” dan
”administrasi pembangunan” bukan kupasan ilmu ekonomi dan nilai subtansi
ajaran islam dalam menjelaskan perilaku individu muslim sebagai pelaku ekonomi.
Padahal beberapa kajian empiris oleh para ahli ekonomi juga telah banyak menemukan
adanya perbedaan perilaku masyarakat muslim yang tercermin dalam tingkah
laku ekonominya (Metwali). Tantangan besar bagi para ekonom adalah terus mengkaji
kedudukan moral ekonomi islam atau sistem ekonomi syariah dan bagaimana
interaksi dengan sistem yang lain dalam dunia global.
Apabila kita simak secara
mendalam ajaran berekonomi dalam Al-qur’an dilandasi oleh suatu sikap
bahwa tiada pemisahan antara ekonomi dan keberagamaan seseorang. Mencari
nafkah adalah bagian dari ibadah dan tiada pemisahan antara agama dan
kehidupan dunia. Dari titik tolak ini akan melahirkan dua konsekuensi
yaitu : pertama, perlunya pembentukan sikap oleh seorang individu akan penguatan
hidup dan pencarian kebaikan di dunia atau dalam hubungannya dengan bumi
dan alam; kedua, soal pemilihan pribadi, sampai dimana batas dan
tujuannya.
Konsekuensi dasar pertama memerlukan pada sikap
keharusan hidup bersahaja yang menjadi dasar hidup seorang muslim untuk
menghindari sikap hidup yang boros dan bermewah-mewahan. Dengan demikian
prinsip kemanfaatan didasarkan atas pemenuhan kesejahteraan lahiriyah dan
rohhaniah.
Jika prinsip ekonomi
syariah sebagai dasar muamalat, maka seharusnya kita jangan buru-buru
terpaku pada institusi. Institusi dengan berbagai karakter dan prinsip
yang mengawal prakteknya pada akhirnya akan memberikan pilihan kepada masyarakat
selaku pengguna untuk memilihnya. Dalam jual beli seorang calon pembeli
mempunyai kesempatan untuk melakukan “khiyar” atau memilih. Pilihan dalam
hal jasa institusi sudah barang tentu selain pertimbangan rasional juga atas dasar
kaidah-kaidah syariah yang bersumber dari Wahyu Illahi yang ditujukan bagi kebaikan
umat manusia.
II. Peran Strategis Kelembagaan Keuangan Syariah
dalam Pemberdayaan UKM
Mengenai peran penting UKM
dalam menyangga kehidupan ekonomi kita sudah tidak ada keraguan lagi, baik
dilihat dari dukungan politik maupun reliatas kehidupan perekonomian kita
karena unit-unit UKM lah tempat mereka bekerja dan meningkatkan taraf
kehidupan mereka. Namun patut disadari bahwa lebih dari 97% usaha kecil
kita adalah usaha mikro yang omsetnya berada dibawah Rp. 50 juta pertahun
dan sering terabaikan oleh pelayanan perbankan komersial biasa. UKM dalam
dirinya adalah produsen bagi barang dan jasa tetapi juga pasar bagi produk produk jasa
untuk mendukung kegiatan usahanya. Oleh karena itu themapengembangan lembaga
keuangan syariah ini menjadi penting ketika kita menyadari keterkaitan
pembiayaan dan pembangunan UKM.
Di sisi lain dalam
persefektif pengertian UKM yang dianut oleh UU 9/1995 juga
termasuk sektor jasa keuangan yang dilaksanakan
dengan mengambil kegiatan di sektor perbankan, perkreditan dan jasa
keuangan lainnya. Dalam kaitan ini maka bertambah lagi dimensi yang harus
kita lihat. Dalam persfektif hubungan ini, Perbankan dengan pengembangan usaha
berskala kecil dan menengah. Demikian pula dalam kontek Badan Hukum
Koperasi juga dapat menjalankan usaha pembiayaan dalam sistem syariah.
Dalam kontek institusi,
kita posisi penting perbankan dan LKM syariah dalam pengembangan UKM di
Indonesia. Sebagaimana dimaklumi sektor usaha UKM pada umumnya berada di
sektor tradisional dengan perkiraan resiko yag tidak lazim tersedia pada
pengalaman perbankan konvensional. Sementara sistem bagi hasil justru
menghindari prinsip mendapatkan untung atas kerjasama orang lain. Maka amatlah
tepat jika format pengembangan lembaga keuangan dan Perbankan Syariah dapat
diarahkan untuk mendukung pengembangan UKM. Dilihat dari pelakunya sistem
perbankan syariah memberikan keyakinan lain akan terjaminya keamanan batin
mereka. Hal yang terakhir ini sudah barang tentu memperkuat tingkat pengharapan
dan keyakinan mereka akan keberhasilan usahanya.
Ekonomi syariah sangat pas
untuk bisnis yang mempunyai ketidakpastian tinggi dan keterbatasan
informasi pasar, apalagi apabila berhasil dibangun keterpaduan antara
fungsi jaminan dan usaha yang memiliki resiko. Oleh karena itu berbagai
dukungan untuk mendekatkan UKM dengan perbankan syariah adalah sangat
penting dan salah satu strateginya adalah bagimana kita mampu menjalin keterpaduan
sistem keuangan syariah. Hal inilah yang harus kita cari jawabnya. Keterpaduan
sistem keuangan syariah menjadi unsur penting dalam menjadikan LK syariah menjadi
efektif, memiliki kemaslahatan tinggi terutama dalam kontek globalisasi
dan otonomi daerah.
Sebagaimana sistem konvensional
dalam sistem keuangan syariah juga terdapat pelaku kecil dan menengah,
termasuk perbankan. Dengan demikian kerjasama dan keterkaitan antara
perbankan syariah skala besar dan bank syariah skala kecil dan menengah
harus mendapatkan perhatian. Lebih jauh akan menjadi semakin produktif
apabila peran lembaga keuangan Syariah Non-Bank juga mendapat perhatian
yang sama. Dari berbagai data yang disajikan oleh BPS, sektor jasa keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, adalah sektor yang paling produktif di banding
sektor lainnya, bahkan tidak ada perbedaan nilai tambah/tenaga kerja antara
LK kecil dan besar.
III. Format Pengembangan LKM Syariah
Dalam sejarah perkembangannya di Indonesia sudah dapat mengembangkan berbagai
macam LK-syariah yaitu bank syariah; “LKM”-syariah, Gadai syariah, Asuransi
syariah, dan Koperasi syariah. Dalam rumpun LKM-syariah yang non bank telah
berkembang tiga model : BMT (Baitulmal Wa Tamwil) yang menyatukan Baitul Mal
dan Baitul Tamwil; BTM (Baitul Tamwil) yang menyempurnakan “Sponsored Financial
Institution” dan “sirhkah”. Ketiga model ini ada telah berkembang dan kebanyakan
sudah mengambil bentuk “Badan Hukum” koperasi dan hanya sebagai kecil yang
tidak terdaftar dalam format perijinan dan pendaftaran institusi keuangan di Indonesia . LK-syariah
sekarang sudah menjadi nama dari institusi keuangan, sehingga secara legal
sudah terbuka untuk dijalankan oleh setiap warga negara Indonesia , bahkan
perusahaan asing. Jika syariah menjadi “Brand” dan orang yang percaya kepada
Brand menjadikan konsumen fanatik, maka LK-syariah adalah ladang investasi
sektor keuangan yang menjanjikan. Maka sebentar lagi perdebatan format LKS
berubah menjadi kancah perdebatan pasar biasa. Sangat boleh jadi akan muncul pertanyaan
mengapa lembaga yang bukan berbasis islam juga menjual produk syariah ?
Sehingga sebenarnya LK-syariah saja belum menyelesaikan persoalan membangun
sistem ekonomi yang islami.
Meskipun Fatwa MUI sudah
dikeluarkan tugas pencerahan tentang kedudukan moral islam dalam
berekonomi masih akan semakin diperlukan. Pertanyaan dasar apakah konsep
bunga sebagai harga uang juga berlaku bagi “nisbah bagi hasil” dalam
sistem syariah. Bagaimana jika nisbah bagi hasil secara mengejutkan
berlipat dibanding bunga komensional ?. Apa masih memenuhi kaidah “Baia”
yang dapat dicerna oleh akal sehat (tiada agama tanpa akal). Harus dipikirkan pula
jika dalam perebutan pasar LK-konvensional dapat merubah persyaratan akad semakin
dekat dengan moral islam. Sehingga unsur “ridho” menonjol dan prinsip tidak boleh
mengambil keuntungan atas kerugian orang lain dikembangkan. Apakah dalam kedudukan
seperti itu fatwa masih mempunyai kedudukan yang sama ? Inilah pekerjaan
berat para ekonom untuk ikut menyumbangkan pikirannya agar tidak terjadi jalan
buntu. Pada dasarnya ilmu ekonomi juga berkembang diluar batas neo classic yang
relevan dengan prinsip-prinsip berekonomi secara islami. Mengenai kritik terhadap
ekonomi neo classic di Indonesia sudah sering kita dengar, namun penjelasan
cara pandang dan pengembangan kerangka analisa baru yang dianggap sesuai
juga masih terbatas.
Format pengembangan LKM
syariah ke depan harus bertumpu pada basis kewilayahan atau daerah otonom,
karena tanpa itu tidak akan ada sumbangan yang
besar dalam membangun keadilan melalui pencegahan
pengurasan sumberdaya dari suatu tempat secara terpusat pada “the
capitalist sector”. Bentuk LKM menurut hemat penulis harus berjenjang,
pada basis paling bawah kita butuh LKM-informal yang hak hidupnya dapat
diatur oleh PERDA. Pada skala ekonomi kaum yang layak berusaha, baru
membangun format koperasi dan pemusatan pada tingkat daerah otonom dalam
bentuk bank khusus, sehingga secara hirarki dapat dilihat seperti bangunan
piramid. Pada skala yang lebih tinggi BPRS dan kaum pemilik modal dapat
bersatu dalam bank umum syariah yang berfungsi sebagai APPEX Bank.
Dukungan pengaturan kearah
itu sudah sangat terbuka dan sebagian sedang dipersiapkan. Secara umum
pada saat ini tidak ada halangan untuk mengembangkan LKM-syariah. Dan
pilihan kelembagaan yang sesuai tergantung pada keputusan para pemodal dan
prinsip akan pengembangannya.
IV. Kebijakan dan Program Pemberdayaan Koperasi
dan UKM
Visi kita ke depan dalam
pemberdayaan UKM adalah terwujudnya UKM yang menjadi pemain utama arus
perkonomian nasional yang mandiri dan berdaya saing dalam menghadapi persaingan
global.
Secara khusus peran pemerintah untuk mendorong tumbuh
dan berkembangnya UKM yang paling mendasar adalah menyediakan kerangka
regulasi yang menjamin lapangan permainan yang sama atau level playing
field. Sehingga pengaturan harus menjamin persaingan yang sehat dan apa
yang dapat dilakukan usaha lain juga terbuka bagi UKM. Dan dalam
persfektif otonomi daerah terdapat masalah keterpaduan yang harus terus
menerus dikembangkan. Pada akhirnya UKM sebagai pelaku bisnis akan berada
dalam lingkup pembinaan di daerah, kecuali pengaturan di enam bidang.
Koordinasi lintas sektor dan dengan daerah akan menjadi agenda penting
untuk mewujudkan harmonisasi pengaturan dan prosedur perijinan pada
berbagai tingkatan agar mampu mendorong pertumbuhan UKM.
Pengembangan Kebijakan Pemberdayaan KUKM
Program ini dimaksudkan
sebagai upaya untuk penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi KUKM. Dalam
kenyataannya persoalan iklim bagi KUKM seringkali
sangat terkait atau tergantung dengan sektor lainnya.
Oleh sebab itu perlu dukungan penciptaan iklim yang kondusif melalui
dukungan kebijakan-kebijakan yang responsif terhadap persoalan dan
kepentingan KUKM, sehingga KUKM dapat tumbuh dan berkembang baik dari sisi
lembaga maupun usahanya. Sedangkan koordinasi diperlukan untuk mensinergikan
dan memadukan berbagai kebijakan dan program agar berjalan padu dan
berkelanjutan, bersama-sama dengan stake holders, dalam upaya untuk lebih
memantapkan pencapaian hasil yang optimal dalam pemberdayaan KUKM.
Revitalisasi Kelembagaan Koperasi
Program ini dimaksudkan
untuk menumbuhkan koperasi yang sesuai dengan jatidiri koperasi, dengan
menerapkan nilai-nilai dan prinsip perkoperasian. Di dalam pengembangan
koperasi juga didorong berkembangnya koperasi yang dijalankan dengan
sistem bagi hasil akan pola pembagian sistem syariah. Penyempurnaan UU
yang ada dalam perkiraannya juga sudah menampung hal itu.
Peningkatan Produktivitas KUKM
Program ini dimaksudkan
untuk mendorong kegiatan produktif KUKM sehingga tumbuh dan berkembangnya
wirausaha-wirausaha yang berkeunggulan kompetitif dan memiliki produk yang
berdaya saing melalui pemanfaatan teknologi tepat guna, peningkatan mutu,
dan lain-lain.
Pengembangan Sentra/Klaster UKM dan Lembaga
Keuangan Non Bank Bagi KUKM
Program ini dimaksudkan
untuk menjaga dinamika perkembangan sentra menjadi klaster bisnis UKM
melalui perkuatan dukungan finansial dan non finansial. Diharapkan
sentra-sentra yang ada selanjutnya dapat berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan,
dan menjadi penggerak atau lokomotif dalam pengembangan ekonomi lokal.
Keberadaan BDS diharapkan dapat memberikan layanan kepada UKM secara lebih
fokus, kolektif dan efisien, karena dengan sumberdaya yang terbatas mampu
menjangkau kelompok UKM yang lebih luas. Pelayanan jasa BDS sesuai bidang
yang dikuasai dengan pendekatan best practises, dan berorientasi pada
pasar, cekatan (responsiveness) dan inovatif. Disamping dukungan
BDS, maka penumbuhan sentra juga didukung dengan perkuatan finansial yaitu
melalui penyediaan modal awal dan padanan bagi KSP/USP-Koperasi di sentra.
Pemberdayaan dan Penataan Usaha Mikro/Sektor
Informal
Program ini dimaksudkan
untuk memfasilitasi dan memperkuat keberadaan serta peran usaha mikro dan
sektor informal terutama pedagang kaki lima
(PKL) di perkotaan, perkuatan usaha mikro pada daerah pasca kerusuhan,
bencana alam, dan kantong-kantong kemiskinan. Kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksanakan melalui program ini, antara lain
dukungan iklim kepastian usaha dan perlindungan
melalui penerbitan Perda, dukungan perkuatan permodalan melalui dana
bergulir, sarana usaha, pelatihan, bimbingan manajemen, sosialisasi, dan
monitoring dan evaluasi.
Pengembangan Lembaga Diklat SDM KUKM
Program ini bertujuan
untuk mengintensifkan peranan lembaga-lembaga diklat bagi peningkatan
kualitas SDM KUKM yang berada di masyarakat, di bidang peningkatan
keterampilan, manajerial, perkoperasian dan kewirausahaan yang responsif
terhadap tuntutan dunia usaha dan perubahan lingkungan strategis
Penguatan Jaringan Pasar Produk KUKM
Program ini dimaksudkan
untuk memfasilitasi KUKM dalam memperluas akses dan pangsa pasar melalui
pengembangan dan penguatan lembaga pemasaran KUKM, serta pengembangan
jaringan usaha termasuk kemitraan, dengan memanfaatkan teknologi (teknologi
informasi). Bagian dari kemitraan adalah bentuk-bentuk kerjasama yang
inovatif, dengan prinsip yang saling menguntungkan antara KUKM dengan
usaha besar. Termasuk dalam kegiatan ini adalah memperkuat jaringan warung
masyarakat kedalam pola grosir, sehingga dapat memperkuat daya tawar dalam
pengadaan produknya serta dapat diefektifkan sebagai outlet dan sekaligus
inlet dari produk-produk KUKM.
V. Penutup
Pengembangan model ekonomi
islami harus menjadi agenda pengkajian yang terus menerus oleh ekonom dan
ulama untuk menemukan prinsip-prinsip berekonomi yang baik demi kebaikan
hidup umat manusia. Pengembangan Lksyariah penting, tetapi belum menjadi
jaminan untuk mewujudkan sistem perekonomian yang islami. Sistem
LKM-syariah terpadu yang berbasis daerah otonom akan menjamin kinerja yang
efektif dan adil bagi pemberdayaan ekonomi rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar